-->

Tips cantik dan sehat menyajikan berbagai info kecantikan, kesehatan,dan tentang wanita.

Alasan Menggunakan Minyak Goreng Bekas Berisiko

Alasan Menggunakan Minyak Goreng Bekas Berisiko

Minyak goreng sering kali digunakan kembali untuk menghemat pengeluaran. Terutama jika minyak bekas tersebut masih terlihat bening dan tidak berbau. Namun, baik warna bening atau gelap, minyak goreng yang dipanaskan berulang kali bisa berbahaya bagi kesehatan.

Ahli gizi dari India, Suman Agarwal dan Juhi Agarwak menjelaskan alasan mengapa memanaskan dan menggunakan kembali minyak yang sama dapat berdampak buruk bagi kesehatan. "Asam lemak terurai dan melepaskan radikal bebas," ujarnya. Radikal bebas merupakan zat kimia yang sangat reaktif dan dapat membahayakan tubuh.

Pemanasan berulang kali membuat minyak terpapar suhu tinggi, oksigen, kelembapan, dan sisa partikel makanan, yang semuanya mempercepat reaksi kimia. Trigliserida terurai menjadi asam lemak bebas, antioksidan terkuras, dan asam lemak tak jenuh menjadi tidak stabil. Minyak menjadi gelap, mengental, dan titik asapnya menurun, sehingga lebih mudah panas pada suhu sedang. Seiring waktu, senyawa polimer yang lengket terbentuk, mengubah tekstur dan rasa makanan.

Meningkatkan Risiko Kanker

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Critical Reviews in Food Science and Nutrition menunjukkan potensi efek karsinogenik dari minyak yang dipanaskan ulang. Studi tersebut menjelaskan bahwa pemanasan berulang menghasilkan aldehida reaktif, senyawa polimer, dan hidrokarbon aromatik polisiklik, yang semuanya dapat berinteraksi dengan DNA dan struktur seluler.

Seiring waktu, senyawa-senyawa ini meningkatkan stres oksidatif, memicu efek genotoksis, dan menginduksi mutagenisitas, sehingga meningkatkan potensi perkembangan kanker.

Bukti menunjukkan adanya korelasi antara konsumsi minyak yang dipanaskan ulang dalam jangka panjang dan peningkatan risiko kanker usus besar, payudara, paru-paru, dan prostat, terutama jika digunakan secara rutin dan berulang.

Tanda-Tanda Minyak Bekas

Minyak bekas atau yang telah mengalami degradasi kualitas memperlihatkan sejumlah tanda. Di antara tanda itu adalah berasap cepat, warna gelap, atau bau tak sedap atau berbau asap. Hindari mencampur minyak bekas dengan minyak baru, karena tidak akan membalikkan perubahan kimia yang sudah ada.

Dampak Minyak Goreng Bekas

Minyak goreng bekas pakai memengaruhi lebih dari sekadar rasa dan efisiensi menggoreng, minyak ini dapat memengaruhi kesehatan metabolisme dan kardiovaskular, bahkan meningkatkan potensi perkembangan kanker.

Tips Menggunakan Minyak Goreng

Untuk menghindari risiko kesehatan yang disebutkan di atas, berikut beberapa tips dalam menggunakan minyak goreng:

  • Pilih jenis minyak yang memiliki titik asap tinggi, seperti minyak kelapa sawit, minyak kanola, atau minyak wijen.
  • Jangan gunakan minyak yang sudah berwarna gelap, berbau asap, atau menghasilkan asap cepat.
  • Hindari menyimpan minyak goreng bekas terlalu lama, terutama jika sudah digunakan beberapa kali.
  • Jika ingin menggunakannya kembali, pastikan minyak masih bersih dan tidak tercampur dengan sisa makanan.
  • Gunakan minyak goreng baru setiap kali memasak, terutama jika ingin menjaga kualitas makanan dan kesehatan.

Dengan memperhatikan cara penggunaan dan penyimpanan minyak goreng, kita dapat mengurangi risiko kesehatan yang berpotensi muncul akibat pemanasan berulang. Selain itu, penting untuk selalu menjaga kualitas minyak goreng agar tetap aman dikonsumsi dan memberikan manfaat yang optimal bagi tubuh.

5 Dampak Berbahaya Kesehatan dari Hutan Gundul

5 Dampak Berbahaya Kesehatan dari Hutan Gundul

Dampak Serius Hutan Gundul terhadap Kesehatan Manusia

Saat kita membayangkan hutan, mungkin yang terlintas adalah udara sejuk, kicau burung, dan hijaunya pepohonan yang menenangkan. Namun, kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Setiap tahun, jutaan hektare hutan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, lenyap akibat pembukaan lahan untuk pertanian, peternakan, dan pembangunan. Aktivitas manusia ini secara masif mengubah wajah bumi kita.

Kehilangan hutan sering kali hanya dilihat dari kacamata lingkungan, seperti hilangnya habitat satwa liar atau meningkatnya suhu global. Padahal, ada ancaman lain yang lebih dekat dan tak terlihat, yaitu ancaman bagi kesehatan manusia. Penggundulan hutan merusak sekat alami antara manusia dan satwa liar, memaksa hewan-hewan pembawa penyakit untuk berpindah dan berinteraksi lebih dekat dengan kita. Akibatnya, berbagai penyakit berbahaya kini mengintai di depan mata. Berikut adalah dampak serius terhadap kesehatan akibat hutan gundul yang harus diwaspadai!

1. Penyakit dari satwa liar semakin mudah menular ke manusia

Istilah zoonosis mungkin terdengar asing, tetapi ini adalah konsep kunci untuk memahami ancaman dari hutan gundul. Zoonosis adalah penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Hutan yang sehat berfungsi sebagai rumah sekaligus benteng yang menjaga patogen—atau agen biologis penyebab penyakit—tetap berada di dalam ekosistemnya. Ketika hutan dirusak, keseimbangan ini pun goyah.

Salah satu contoh paling nyata adalah wabah virus Nipah di Malaysia pada akhir 1990-an. Kebakaran hutan besar-besaran di Indonesia membuat kelelawar buah, pembawa alami virus Nipah, kehilangan sumber makanan. Mereka kemudian terbang ke Malaysia dan menetap di pohon-pohon buah dekat peternakan babi. Babi yang memakan buah sisa kelelawar akhirnya terinfeksi dan menularkannya kepada para peternak. Ini menunjukkan betapa rusaknya habitat satwa liar dapat secara langsung memicu lonjakan penyakit mematikan pada manusia.

2. Nyamuk penyebar malaria dan demam berdarah makin merajalela

Banyak yang mengira hutan lebat adalah sarang nyamuk, padahal penggundulan hutan justru menciptakan kondisi yang lebih ideal bagi beberapa jenis nyamuk berbahaya untuk berkembang biak. Saat hutan ditebang, tanah menjadi terbuka dan genangan-genangan air yang hangat dan terpapar matahari parsial pun terbentuk. Kondisi ini, menurut para peneliti, adalah tempat berkembang biak favorit nyamuk Anopheles darlingi, salah satu penyebar utama malaria di Amazon.

Sebuah penelitian yang dikutip oleh Healthline di Indonesia menemukan korelasi yang mengkhawatirkan. Setiap satu persen kehilangan tutupan hutan ternyata dapat meningkatkan kasus malaria hingga sepuluh persen. Ini membuktikan bahwa deforestasi tidak hanya menghilangkan pohon, tetapi juga menciptakan "inkubator" raksasa bagi vektor penyakit. Perubahan lanskap ini secara langsung meningkatkan risiko kita terkena penyakit yang ditularkan oleh nyamuk, seperti malaria dan demam berdarah.

3. Kualitas air menurun drastis dan bisa memicu wabah kolera

Hutan sering disebut sebagai "menara air" alami, dan julukan ini sangat tepat. Akar-akar pohon dan lapisan tanah hutan berfungsi seperti spons raksasa yang menyerap dan menyaring air hujan, memastikan pasokan air tanah bersih dan aliran sungai tetap terjaga. Ketika hutan ditebang, fungsi vital ini hilang. Tanpa pepohonan, air hujan akan langsung mengikis lapisan atas tanah yang subur.

Material tanah, pupuk dari perkebunan, hingga kotoran hewan ternak akan terbawa langsung ke sungai dan sumber air warga. Polusi ini membuat air tidak aman untuk diminum atau digunakan untuk keperluan sehari-hari. Kondisi air yang tercemar merupakan pemicu utama wabah penyakit yang ditularkan melalui air, seperti kolera, diare, dan tifus. Jadi, hilangnya hutan secara langsung menurunkan kualitas kesehatan masyarakat melalui air yang mereka konsumsi setiap hari.

4. Stres dan depresi mengintai akibat hilangnya ruang hijau

"Penyakit" akibat hutan gundul tidak melulu soal infeksi virus atau bakteri. Kesehatan mental kita juga menjadi taruhannya. Kehidupan modern yang penuh tekanan sering kali membuat kita merindukan ketenangan alam. Ternyata, keinginan ini bukanlah sekadar perasaan, melainkan kebutuhan biologis yang didukung oleh sains. Di Jepang, ada praktik yang disebut Shinrin-yoku atau "mandi hutan", yaitu menghabiskan waktu di alam untuk menyerap energinya yang menenangkan.

Berdasarkan berbagai penelitian, menghabiskan waktu di lingkungan hijau dapat meningkatkan emosi positif, mengurangi gejala kecemasan, dan memberikan rasa damai. Saat hutan di sekitar kita menghilang, kita kehilangan akses terhadap "terapi" gratis ini. Kehilangan ruang hijau dapat meningkatkan level stres dan risiko gangguan kesehatan mental dalam masyarakat. Hutan bukan hanya paru-paru dunia, tetapi juga penjaga kewarasan kita.

5. Risiko pandemi baru seperti COVID-19 terus meningkat

Pandemi COVID-19 telah menyadarkan dunia bahwa penyakit baru yang muncul dari satwa liar bisa melumpuhkan peradaban global. Para ilmuwan dari Rainforest Alliance dan berbagai lembaga lainnya telah lama memperingatkan bahwa deforestasi adalah salah satu pendorong utama munculnya pandemik. Penggundulan hutan, pembangunan jalan, dan pertambangan membawa manusia semakin jauh ke dalam wilayah yang sebelumnya liar dan tak terjamah.

Aktivitas ini meningkatkan frekuensi kontak antara manusia dengan satwa liar yang mungkin membawa virus-virus yang belum pernah dikenal sebelumnya. Menurut laporan yang dimuat di Healthline, setidaknya satu dari tiga wabah penyakit baru, seperti Ebola, Zika, dan Nipah, terkait langsung dengan perubahan penggunaan lahan seperti deforestasi. Dengan terus merusak hutan, pada dasarnya kita sedang "mengocok sarang patogen" dan membuka kotak pandora yang bisa memicu pandemi berikutnya, yang mungkin lebih buruk dari yang sudah kita alami.

Pada akhirnya, menjaga kelestarian hutan bukan lagi sekadar isu lingkungan yang jauh di sana. Ini adalah tindakan darurat untuk menjaga kesehatan publik dan mencegah krisis medis di masa depan. Melindungi hutan sama artinya dengan melindungi diri kita sendiri dari wabah penyakit yang tak terduga.

Warnai Rambut Bulanan, Wanita Tiongkok Alami Radang Ginjal

Warnai Rambut Bulanan, Wanita Tiongkok Alami Radang Ginjal

Seorang Perempuan Cina Alami Radang Ginjal Akibat Penggunaan Pewarna Rambut Berlebihan

Seorang perempuan asal Tiongkok mengalami radang ginjal setelah rutin mengubah warna rambutnya setiap bulan. Ia gonta-ganti warna rambut karena ingin meniru gaya dari idola favoritnya. Wanita berusia 20 tahun yang dikenal dengan nama Hua ini merupakan seorang penggemar fanatik dari Provinsi Henan.

Hua mulai merasakan gejala tidak normal ketika ia mengalami bintik-bintik merah di kakinya, nyeri sendi, dan sakit perut. Setelah melakukan pemeriksaan ke dokter, ia didiagnosis menderita nefritis atau radang ginjal. Dokter yang menangani kasus ini, Tao Chenyang, mengatakan bahwa Hua sering mengunjungi salon untuk mewarnai rambutnya setiap kali selebritas favoritnya mengganti warna rambut mereka. Ia mengatakan bahwa Hua melakukan proses pewarnaan rambut sekitar sebulan sekali.

Dokter Menyebut Pewarna Rambut sebagai Pemicu

Dokter Tao menyatakan bahwa cat rambut menjadi penyebab utama kondisi kesehatan Hua. Ia menjelaskan bahwa pewarna rambut tersebut mengandung bahan kimia beracun yang dapat menyebabkan gagal ginjal dan gangguan pernapasan jika digunakan dalam jangka panjang.

"Pewarna rambut mengandung zat beracun yang dapat menyebabkan gagal ginjal, gagal pernapasan, dan risiko kanker jangka panjang," ujar Tao. Meskipun Hua maupun dokternya tidak mengungkapkan identitas bintang idolanya, media sosial Tiongkok ramai membahas tentang idola K-pop yang sering mengubah warna rambut mereka dan kekhawatiran terhadap kesehatan mereka.

Di sebuah forum daring, para penggemar menyatakan bahwa warna rambut menjadi bagian penting dari seorang idola dalam mempromosikan karya baru mereka dan bahkan dianggap sebagai merek pribadi mereka.

Bahaya Bahan Kimia Pewarna Rambut

Menurut laporan Financial Express, sebuah studi pada 2022 yang diterbitkan dalam International Journal of Environmental Research and Public Health menemukan bahwa paparan jangka panjang terhadap pewarna rambut permanen dapat dikaitkan dengan risiko kanker kandung kemih yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya senyawa karsinogenik seperti amina aromatik dalam pewarna rambut.

Penelitian dalam Toxicology Reports (2021) juga mengungkapkan bahwa penggunaan pewarna rambut yang mengandung logam berat seperti timbal dan merkuri secara rutin dapat merusak hati, ginjal, dan bahkan mengganggu keseimbangan hormon.

Kasus di Amerika Serikat

Awal tahun ini, bahaya pewarna rambut dibahas di Amerika Serikat ketika mantan penata rambut Hector Corvera mengajukan gugatan terhadap L’Oréal dan 10 perusahaan lainnya. Corvera, yang telah bekerja di dunia pewarna rambut selama puluhan tahun, didiagnosis menderita kanker kandung kemih pada 2023. "Ahli urologi saya bertanya apa pekerjaan saya, dan ketika saya menjawab 'Saya seorang penata rambut,' dia langsung mengerti," kenang Corvera.

Gugatan tersebut mengklaim bahwa paparan berulang terhadap bahan kimia karsinogenik dalam pewarna rambut menyebabkan kanker yang dideritanya dan menuduh perusahaan-perusahaan tersebut lalai dalam penelitian, pengembangan, dan pengujian keamanan produk.

Rekomendasi dari Ahli Medis

Jika ingin mewarnai rambut, ahli medis menyarankan untuk melakukannya dengan hati-hati dan tidak terlalu sering. "Orang-orang sebaiknya menghindari pewarnaan rambut terlalu sering dan selalu memeriksa kandungan bahan-bahannya," kata Tao. Ia juga menyarankan untuk mengenakan sarung tangan, menggunakan pewarna rambut di area berventilasi baik, dan memilih produk yang bebas logam berat atau bahan kimia berbahaya jika memungkinkan.

Back To Top